Sejarah Dan Peradaban Islam

A.      Pengertian Sejarah Peradaban islam
Dalam pembahasan pengertian sejarah peradaban Islam ini,  terdapat tiga konsep utama yang perlu di jelaskan terlebih dahulu, yaitu: “sejarah”, “peradaban”, dan “Islam”. Ketiga konsep tersebut pada gilirannya perlu dipahami sebagai suatu kesatuan konsep  “sejarah dan peradaban Islam”.
1.    Pengertian Sejarah
Secara etimologis pengertian sejarah dapat ditelusuri dari asal kata sejarah yang sering dikatakan berasal dari kata arab “syajarah”, artinya “pohon kehidupan”. Yang mana dalam bahasa Inggris disebut “history”, sebuah kata yang lebih popular untuk menyebut sejarah sebagai ilmu pengetahuan.
Adapun Definisi sejarah menurut pendapat beberapa ahli yang dapat dipaparkan adalah sebagai berikut:
a.       MenurutIbnuKhaldun.
Sejarah adalah catatan tentang masyarakat umat manusia atau peradaban dunia, tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada watak-watak masyarakat itu, seperti keliaran, keramah tamahan dan solidaritet golongan, tentang revolusi-revolusi dan pemberontakan-pemberontakan oleh segolongan rakyat melawan golongan yang lain dengan akibat timbulnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara, dengan tingkat bermacam-macam, tentang bermacam-macam kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk mencapai penghidupannya, maupun dalam bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan dan pertukangan, dan padau mumnya tentang segala perubahan yang terjadi kedalam masyarakat karena watak masyarakat itu sendiri
b.      Menurut Bauer
Sejarah ialah suatu ilmu pengetahuan yang berikhtiar untuk melukiskan dan dengan penglihatan yang simpatik menjelaskan fenomena kehidupan sepanjang terjadi perubahan karena adanya hubungan antara manusia terhadap masyarakatnya. Melihat dampaknya pada masa-masa berikutnya atau yang berhubungan dengan kualitas mereka yang khas dan berkonsentrasi pada perubahan-perubahan yang temporerdan di dalam hubungan terhadap yang tidak dapat diproduksi kembali.
c.       Menurut Zidi Gazalba
Sejarah adalah gambaran masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial yang disusun secara ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang memberi pengertian dan kefahaman tentang apa yang telah berlalu itu.
d.      Menurut Brenheim
Sejarah adalah ilmu yang menyelidiki dan menceritakan fakta-fakta di dalam waktu temporer dan di dalam hubungan dengan perkembangan umat manusia dalam aktifitas mereka (baik individu maupun kolektif) sebagai makhluk sosial di dalam hubungan sebab akibat.
Sejarah memiliki dua konsep. Konsep pertama, sejarah dengan pengertiannya (serangkaian peristiwa masa lampau) yang dapat memberikan pemahaman akan arti obyektif tentang masa lampau,  adapun konsep kedua, (keseluruhan pengalaman manusia), yaitu sejarah menunjukkan maknanya yang subyektif, sebab masa lampau itu telah menjadi sebuah kisah atau cerita.
Adapun Karakteristik sejarah dapat dilihat dalam tiga orientasi yang saling berhubungan. pertama, sejarah merupakan pengetahuan mengetahui kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan manusia di masa lampau dengan kaitannya dengan keadaan-keadaan masa kini. Kedua, sejarah merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau, yang diperoleh melalui penyelidikan dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau itu. Ketiga, sejarah sebagai falsafah yang didasarkan kepada pengetahuan tentang perubahan-perubahan masyarakat, dengan kata lain sejarah seperti ini merupakan ilmu tentang proses suatu masyarakat.
Sejarah yang memiliki karakteristik dan sebagai ilmu pengetahuan pasti mempunyai kegunaan. Diantara kegunaannya antara lain: pertama, untuk kelestarian identitas kelompok dan memperkuat daya kelompok itu. Kedua, sejarah berguna sebagai pengambilan pelajaran dan tauladan dari contoh-contoh di masa lampau. Ketiga, sejarah berfungsi sebagi sarana pemahaman mengenai hidup dan mati.
2.      Peradaban
Pengertian pearadaban dalam bahasa Indonesia, kata peradaban sering kali dipahami sama artinya dengan kebudayaan. Akan tetapi dalam bahasa inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut, yakni istilah civilization untuk peradaban dan culture untuk kebudayaan. Demikian pula dalam bahasa arab, dibedakan antara kata tsaqafah (kebudayaan), kata nadlarah (kemajuan), dan kata tamaddun (peradaban), bahkan dalam bahasa melayu istilah tamaddun dimaksudkan untuk menyebut keduanya. Peradaban dapat diartikan menjadi dua: (1) proses menjadi berkeadaban, dan (2) suatu masyarakat manusia yang sudah berkembang atau maju.
3.      Pengertian Sejarah Peradaban Islam
Dalam bahasa indonesia, kata peradaban seringkali dipahami sama artinya dengan kebudayaan. Akan tetapi dalam Bahasa Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut, yakni istilah civilization untuk peradaban dan culture untuk kebudayaan. Demikian pula dalam Bahasa Arab, berbeda pula antara kata tsaqafah (kebudayaan),  dan hadlarahtamaddun (peradaban), bahkan dalam bahasa Melayu istilah tamaddun dimaksudkan (kemajuan), dan kata untuk menyebut keduanya. Hal seperti ini tidaklah menunjukkan perbedaan dari segi makna, Seperti yang dikatakan oleh Yusuf Qardhawi bahwa peradaban adalah “sekumpulan dari bentuk-bentuk kemajuan, baik yang berupa kemajuan bendawi, ilmu pengetahuan, seni, sastra, maupun sosial, yang terdapat pada suatu masyarakat atau pada masyarakat yang serupa”.
Islam merupakan sistem keyakinan dan kepercayaan serta aturan yang mengatur manusia dengan tuhannya dan manusia dengan manusia serta manusia dengan lingkungannya, maka makna peradaban Islam dibagi dalam tiga pengertiannya, pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam, mulai dari periode nabi Muhammad saw. sampai perkembangan kekuasaan Islam sekarang. Kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan kesustraan, ilmu pengetahuan, dan kesenian. Ketiga, kemajuan Islam atau kekuasaan Islam berperan melindungi pandangan hidup Islam.
Menurut A. R. Gibb, bahwa Islam sesungguhnya lebih dari sekedar agama, Ia adalah peradaban yang sempurna. Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.
Periodisasi peradaban Islam merupakan ciri bagi ilmu sejarah yang mengkaji peristiwa dalam konteks waktu dan tempat dengan tolok ukur yang bermacam-macam. Secara umum sejarah peradaban Islam, terbagi menjadi sepuluh periodisasi antara lain:
a.         Periode Nabi Muhammad dan kebangkitan islam (571-632 M)
b.         Periode Khulafa al-Rosyidin (632-661 M)
c.         Zaman Bani Ummayyah (661-749 M)
d.        Zaman Abbasiyah I (750-847 M)
e.         Zaman Abbasiyah II (847-1055 M)
f.          Zaman Abbasiyah terakhir (1055-1258 M)
g.         Timur tengah setelah baghdad jatuh (1258-1520 M)
h.         Timur tengah sampai abad -18 (1520-1800 M)
i.           Timur tengah pada abad -19 dan ke-20 sampai perang dunia 1 (1798-1914 M)
j.           Dunia islam sejak perang dunia 1 (1914-1968 M)
Menurut Prof. DR. H. N. Shiddiqi, ada beberapa pendapat yaitu: Tolak ukurnya adalah pada system politik, hal ini biasanya digunakan pada sejarah konvensional, persoalan ekonomi (maju-mundurnya ekonomi) dalam sebuah negara, pada tingkat peradaban dan kebudayaan suatu bangsa, pada masuk dan berkembangnya suatu agama.
Menurut A. Hasymy (1978), periodisasi sejarah perkembangan Islam adalah sebagai berikut:
1)        Permulaan Islam (610 -661 M)
2)        Daulah Ammawiyah (661-750M)
3)        Daulah Abbasiah I (750-847 M)
4)        Daulah Abbasiah II (847-946M)
5)        Daulah Abbasiah III (946-1075M)
6)        Daulah Mughal (1261-1520M)
7)        Daulah Mughal (1520-1801M)
8)        Daulah Utsmaniah (1801-Sekarang)
Sedangkan menurut A. Hasymy, Harun Nasution (1975) dan Naurou zaman shidiqi (1986) membagi sejarah Islam menjadi tiga periode yaitu sebagai berikut :
a)         Periode Klasik (650-1250 M)
b)        Periode pertengahan (1250-1800 M)
c)         Periode Moderen (1800 M-Sekarang)
B.       Pandangan Barat Terhadap Kebudayaan dan Peradaban Islam
1.         Kebudayaan
a.    Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
b.      Unsur-unsur kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu: alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga, dan kekuasaan politik .
Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi: sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya organisasi ekonomi. Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama) organisasi kekuatan (politik).
2.      Kebudayaan Islam
Secara umum arti kebudayaan yang sebenarnya ialah suatu hasil daya pemikiran dan pemerahan tenaga lahir manusia, ia adalah gabungan antara tenaga fikiran dengan tenaga lahir manusia ataupun hasil daripada gabungan tenaga batin dan tenaga lahir manusia. Apa yang dimaksudkan gabungan antara tenaga batin (daya pemikiran) dengan tenaga lahir ialah apa yang difikirkan oleh manusia itu terus dibuat dan dilaksanakan. Apa yang difikirkannya itu dilahirkan dalam bentuk sikap. Maka hasil daripada gabungan inilah yang dikatakan kebudayaan.
Jadi kalau begitu, seluruh kemajuan baik yang lahir ataupun yang batin walau dibidang apapun, dianggap kebudayaan. Sebab hasil daripada daya pemikiran dan daya usaha tenaga lahir manusia akan tercetuslah soal-soal politik, pendidikan, ekonomi, sastra dan seni, pembangunan dan kemajuan-kemajuan lainnya.
Dan kalau begitu pengertian kebudayaan maka agama-agama diluar Islam juga bisa dianggap kebudayaan. Ini adalah karena agama-agama seperti Budha, Hindu, Kristen (yang telah banyak diubah-ubah) itu lahir hasil dari pemikiran (ide-ide) manusia. Ia adalah ciptaan akal manusia.
Sebaliknya agama Islam tidak bisa dianggap kebudayaan sebab ia bukan hasil daripada pemikiran dan ciptaan manusia, bukan hasil budi dan daya (tenaga lahir) manusia. Agama Islam adalah sesuatu yang diwahyukan oleh Allah SWT.
Oleh sebab itu siapa yang mengatakan bahwa agama Islam itu kebudayaan maka dia telah melakukan satu kesalahan yang besar dan bisa jatuh murtad, karena dia telah mengatakan satu perkara mungkar, yang tidak seyogyanya disebut. Oleh karena itu, hendaklah kita berhati-hati. Begitu banyak sekali ahli kebudayaan pada masa ini menyuarakan dengan lantang bahwa Islam adalah kebudayaan dengan alasan bahwa ia adalah cara hidup atau 'way of life' . Agama Islam adalah bukan kebudayaan, sebab ia bukan hasil daripada tenaga fikiran dan tenaga lahir manusia.
Agama Islam adalah wahyu dari Allah swt. yang disampaikan kepada Rasulullah saw. yang mengandung peraturan-peraturan untuk jadi panduan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Tetapi agama-agama diluar Islam memang kebudayaan, sebab agama-agama tersebut adalah hasil ciptaan manusia daripada daya pemikiran mereka, daripada khayalan dan angan-angan.
Seperti sudah kita lihat, keluhuran hidup Muhammad adalah hidup manusia yang sudah begitu tinggi sejauh yang pernah dicapai oleh umat manusia. Hidup yang penuh dengan teladan yang luhur dan indah bagi setiap insan yang sudah mendapat bimbingan hati nurani, yang hendak berusaha mencapai kodrat manusia yang lebih sempurna dengan jalan iman dan perbuatan yang baik. Dimana pulakah ada suatu keagungan dan keluhuran dalam hidup seperti yang terdapat dalam diri Muhammad ini, yang dalam hidup sebelum kerasulannya sudah menjadi suri teladan pula sebagai lambang kejujuran, lambang harga diri dan tempat kepercayaan orang. Demikian juga sesudah masa kerasulannya, hidupnya penuh pengorbanan, untuk Allah, untuk kebenaran, dan untuk itu pula Allah telah mengutusnya. Suatu pengorbanan yang sudah berkali-kali menghadapkan nyawanya kepada maut. Tetapi, bujukan masyarakatnya sendiri pun yang dalam gengsi dan keturunan ia sederajat dengan mereka yang baik dengan harta, kedudukan atau dengan godaan-godaan lain mereka tidak dapat merintanginya.
Namun begitu walaupun agama Islam itu bukan kebudayaan tetapi ia sangat mendorong (bahkan turut mengatur) penganutnya berkebudayaan. Islam bukan kebudayaan tapi mendorong manusia berkebudayaan. Islam mendorong berkebudayaan dalam berfikir, berekonomi, berpolitik, bergaul, bermasyarakat, berpendidikan, menyusun rumah tangga dan lain-lain. Jadi, sekali lagi dikatakan, agama Islam itu bukan kebudayaan, tapi mendorong manusia berkebudayaan. Oleh karena itu seluruh kemajuan lahir dan batin itu adalah kebudayaan maka dengan kata-kata lain, Islam mendorong umatnya berkemajuan.
3.      Pandangan Barat Terhadap Kebudayaan dan Peradaban Islam
Islam merupakan agama resmi 52 negara dunia dan dari segi universalitas tidak terbatas pada wilayah geografi tertentu. Islam bukan sebuah agama yang hanya terbatas pada teori , tapi sebuah ideologi dan pesan. Para pengikut agama ini telah tersebar ke seluruh penjuru dunia dan jumlah mereka di tengah masyarakat dengan mayoritas Muslim sekitar 800 juta orang. Selain itu, sekitar 400 juta Muslim juga berpencar di belahan bumi lain. Meski demikian, sepanjang sejarah Islam di Barat telah mengalami kesalahan penafsiran.
Tanpa ragu lagi, Islam adalah sebuah agama yang datang membawa perdamaian dan keadilan, tapi menurut perspektif Barat, Islam dicitrakan sebagai agama perang dan fanatis. Semua mengetahui fakta sejarah bahwa ketika Muslim menguasai dunia dalam waktu yang lama, peradaban Islam telah menciptakan perdamaian dan keamanan bagi seluruh masyarakat dunia bahkan untuk selain Muslim. Faktanya dunia Islam telah menghadirkan tempat tinggal dan rumah bagi para gelandangan di seluruh dunia khususnya benua Eropa.
Di sini saya ingin mengutip pandangan Robert Briffault dalam bukunya “Making of Humanity” yang telah melakukan penelitian dan riset tentang masyarakat dan negara-negara Islam beserta statistik mereka. Ia berpendapat bahwa pemerintahan Tuhan di Timur tidak ditegakkan atas dasar penindasan atau pemaksaan. Di dunia Timur kita tidak menyaksikan penentangan terhadap ide-ide cemerlang dan perang abadi terhadap revolusi pemikiran sebagaimana yang lazim kita temukan di Eropa dan di masa lalu sering terjadi di Yunani dan Roma.
William Muir, sejarawan tersohor juga membenarkan bahwa keadilan dan kasih sayang kerap ditemukan dalam penaklukan-penaklukan yang dilakukan Islam dan ini berbeda dengan fanatisme dan penindasan yang dipertontonkan oleh tentara Romawi dalam kasus yang sama. Kaum Kristen Suriah pada masa kejayaan Arab menikmati kemajuan dan kebebasan berkreasi yang lebih besar hingga pada masa kekuasaan Hercules, mereka juga tidak pernah bermimpi untuk kembali ke negara asalnya di Eropa. Kondisi itu mengalami perubahan ekstrim di bawah pemerintahan imperialis Barat. Dunia Islam selama tiga dekade berada di bawah penjajahan dan selama masa itu, secara umum bangsa-bangsa di dunia ketiga dan terutama di dunia Islam mengalami penyiksaan dan penindasan oleh kekuatan-kekuatan imperialis.
Arnold Toynbee secara jelas menyatakan bahwa dalam konfrontasi antara dunia dan Barat yang dimulai sejak sekitar 400 atau 500 tahun sebelumnya dan masih berlanjut hingga sekarang, dunialah yang memiliki pengalaman bernilai dan bukan Barat. Bukan Barat yang menjadi objek serangan dunia, tapi dunia yang menjadi target agresi Barat sampai-sampai Barat dilukiskan sebagai agresor pertama era modern.
Dalam sebuah kalimat bernada menghina dikatakan bahwa di masa lalu dunia Islam dengan komunitasnya yang besar menerima pukulan berat dari Barat dan kini dikesankan sebagai bahaya bagi Barat. Satu-satunya dosa umat Islam adalah upaya mereka untuk menemukan kembali identitasnya dan membangun negaranya berlandaskan prinsip-prinsip Islam. Kesadaran umat Islam ini diinterpretasikan oleh Barat sebagai konfrontasi antara Islam dan Barat. Islam dikampanyekan dengan istilah yang paling negatif dan kegiatan mereka dinyatakan sebagai bahaya besar bagi Barat.
Asumsi Barat terhadap umat Islam patut disayangkan. Melabelkan Muslim dengan terorisme tentu saja jauh dari realita. Harus diakui ada gerakan kebangkitan Islam, namun Muslim sama sekali tidak punya program untuk menyerang siapa pun. Upaya mereka semata-mata untuk mempelajari teknologi dan sains sehingga dapat mengubah gaya hidupnya dalam naungan iman, nilai-nilai, dan tradisi. Umat Islam tidak punya niat untuk mengisolasi dirinya dari dunia luar. Sebaliknya mereka ingin hidup berdampingan dengan bangsa lain secara terhormat dan berwibawa sebagai sebuah anggota masyarakat yang layak dihormati.
Semangat Renaissance Islam berorientasi pada masa depan. Prinsip ini berbeda dengan pandangan-pandangan kelompok fundamentalis dalam Kristen. Hal ini mengindikasikan wawasan sempurna Muslim terhadap masalah modernitas dan kontradiksi teknologi. Poin yang perlu ditekankan di sini adalah kebangkitan Muslim merupakan penegaskan kembali terhadap pelestarian etika Islam dan mereka berupaya untuk mewujudkan keadilan sosial dan rasa percaya diri. Umat Islam telah belajar menata kehidupan sosial dan industrinya dengan pandangan baru dan itupun berdasarkan cita-cita dan prinsip-prinsip Islam. Kini mereka tengah berusaha mewujudkan sebuah sistem sosial baru yang menjamin perdamaian dan keadilan bagi seluruh penduduk bumi.
Kebangkitan Islam merupakan sebuah gerakan yang dinamis dan sepenuhnya selaras dengan tuntutan era modern. Sebenarnya, kompetisi nyata antara Islam dan Barat terletak pada perbedaan jenjang dua budaya dan peradaban, yang satu berdasarkan nilai-nilai Islam, sementara yang lain bersumber pada nilai-nilai materialisme, rasionalisme dan liberalisme.
Barat mungkin saja melabelkan kelompok agamis dengan sebutan golongan fanatis atau fundamentalis, tapi realitanya mereka tidak kembali ke masa lalu. Umat Islam ingin bergerak pada jalur yang lebih konstruktif dari pendahulu mereka. Mungkin saja pada tahap awal mereka menyesuaikan diri dengan pemerintah nasionalis, namun itu bukan cita-cita umat Islam. Pada dasarnya mereka sangat ingin menciptakan persatuan dan solidaritas yang lebih luas di tengah umat Islam dan membangun kerjasama yang lebih erat antara negara-negara Islam.
Sayangnya Barat memfokuskan diri pada kapasitas dan kekuatan potensial gerakan-gerakan Islam. Sebaliknya mereka berupaya mencoreng gerakan-gerakan Islam dengan sebutan fundamentalis, fanatis, dan anti-Barat. Mereka terjebak kesalahan fatal dalam memandang kelompok lain dan masalah ini tentu saja akan mempertajam friksi antara dua budaya dan peradaban. Pandangan tidak rasional Barat telah menyisakan kerugian besar bagi umat manusia. Penyampaian gambaran keliru tentang Islam mengakibatkan terjadinya transfer informasi tidak valid kepada masyarakat dan para politikus Barat terkait esensi pembaharuan Islam. Mereka terpaksa menilai Islam dari sudut pandang spesifik yang mencakup peristiwa-peristiwa sejarah yang tidak menyenangkan.
Memperhatikan gerakan pembaharuan Islam, perlu diingat bahwa fenomena itu juga memiliki dimensi politik. Gerakan pembaharuan Islam tidak punya orientasi anti-Barat. Mereka bukan pendukung Barat dan bukan juga anti-Barat, mereka hanya menentang tindakan-tindakan tercela warisan imperialis yang merupakan ancaman potensial terhadap hubungan ini. Perlu diingat bahwa jika Cina dan Amerika Serikat tanpa ada kesamaan dalam sistem politik dan ekonomi, mampu menjalin hubungan baik, maka Barat dan Islam juga perlu mengambil pelajaran dari cara hidup berdampingan ini. Namun masalah itu sangat bergantung pada pola pandang Barat terhadap fenomena pembaharuan Islam. Selama tidak ada upaya untuk membenturkan dua budaya dan peradaban yang berbeda, maka kehidupan damai dapat tercipta di dunia.
Jika kehidupan damai telah benar-benar tercipta, ada banyak peluang kesamaan yang akan tampak. Kesamaan-kesamaan itu merupakan modal untuk menyelesaikan problema-problema dunia di masa mendatang. Pertanyaannya, apakah kita siap hidup damai dengan seluruh budaya, agama dan bangsa-bangsa lain? Jika jawabannya positif, dunia akan punya masa depan yang cerah dan jika tidak, dunia kita akan tenggelam dalam kegelapan.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Sejarah peradaban Islam adalah
2.      Pandangan barat terhadap kebudayaan dan perkembangan islam sangat tidak baik dan selalu memaniplasi kebenaran akan peradaban akan keberhasilan islam.
B.     Saran
Untuk menambah wawasan hendaknya memberikan kontribusi dalam perkembangan akan kejayaan dan perkembangan penulisan.


100out of 100 based on 99995 ratings. 1 user reviews.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar